20.7 C
New York
Thursday, June 12, 2025

Buy now

Tarif Trump Akan Hancurkan Ekspor Elektronik Indonesia?

TEKNOBUZZ – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump mengumumkan tarif tinggi terhadap berbagai negara sebagai bagian dari “Liberation Day Tariffs” pada 2 April 2025 lalu. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara menjadi yang paling terdampak, termasuk Indonesia yang menghadapi tarif ekspor sebesar 32% ke pasar AS. Dimana AS menjadi negara tujuan ekspor terbesar kedua Indonesia.

Industri Elektronik Indonesia Terancam

Berdasarkan laporan terbaru dari Eastasiaforum, ekspor utama Indonesia ke AS di luar sektor migas adalah tekstil dan elektronik. Pada 2024, nilai ekspor elektronik Indonesia ke AS mencapai USD 4,83 miliar atau setara Rp 78,6 triliun. Dengan tarif tinggi yang mendadak, permintaan dari AS diperkirakan menurun tajam. Sehingga mengancam kelangsungan industri dan membuka potensi gelombang PHK baru, termasuk di sektor industri teknologi dan elektronik.

Indonesia dan Negara Asia Tenggara Dirugikan

Meskipun tarif tersebut diperkirakan akan merugikan Indonesia, dampaknya justru bisa lebih parah bagi negara-negara Asia Tenggara lainnya. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat hanya menyumbang sekitar 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sementara untuk Vietnam dan Kamboja angkanya jauh lebih besar, masing-masing sekitar 30% dan 25%.

Dengan surplus perdagangan Indonesia terhadap AS sebesar USD 16,8 miliar (Rp 273 triliun), hanya 1/10 dari surplus Vietnam. Secara teori Indonesia punya posisi tawar yang lebih kuat untuk merundingkan kebijakan tarif.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, menyampaikan kepada Eastasiaforum, bahwa negaranya menyambut baik langkah Indonesia dalam melakukan reformasi ekonomi demi menciptakan hubungan dagang yang adil dan seimbang, setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Indonesia, Sugiono, dan sejumlah utusan lainnya ke AS pada bulan April lalu. Sebagai bagian dari upaya mengurangi defisit perdagangan, Indonesia juga berkomitmen untuk membeli barang dari AS senilai USD 18 miliar (Rp 293 Triliun).

Diversifikasi dan Integrasi Ekonomi Kawasan Jadi Solusi

Indonesia memiliki peluang untuk memperkuat integrasi ekonomi regional melalui kemitraan ASEAN dan pemanfaatan RCEP (Regional Comprehensive Economic Partnership). Negara-negara anggota RCEP seperti China, Jepang, dan Korea Selatan sudah menjadi pasar penting bagi produk tekstil dan elektronik Indonesia, yang dapat dioptimalkan sebagai alternatif pasar AS.

Peluang dari Perjanjian Dagang Baru

Selain itu, Trump Effect dapat menjadi pemicu percepatan perundingan perjanjian dagang seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Negara-negara seperti Jerman dan Belgia merupakan importir utama produk alas kaki dan elektronik Indonesia yang dapat dijadikan target ekspansi.

Meskipun negosiasi tetap perlu dilakukan, Indonesia bisa memanfaatkan momentum kebijakan tarif saat ini dengan mengambil peran utama dalam mendorong kerja sama ekonomi kawasan yang dipimpin oleh ASEAN. Dalam Pernyataan Bersama Menteri Ekonomi ASEAN bulan April lalu, Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya telah menyatakan bahwa mereka tidak akan membalas tarif dari Trump dan memilih untuk memperluas integrasi ekonomi regional negara ASEAN.

Indonesia punya banyak cara untuk menjalankan komitmen tersebut. Salah satunya adalah dengan memaksimalkan peran dalam Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), karena semua dari 15 negara anggota RCEP terkena dampak tarif. Meningkatkan kerja sama ini bisa membantu meredam dampak negatif dari tarif, menjaga kelancaran perdagangan global, dan memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia dengan memperluas kerja sama dengan berbagai negara.

Respon Presiden Prabowo

Setelah pengumuman tarif, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto dengan cepat menyerukan penghapusan hambatan dagang dan kuota impor Indonesia, serta penyederhanaan aturan bisnis. Meskipun tanggapan ini ditujukan khusus untuk tarif dari AS, manfaatnya bisa dirasakan juga dalam hubungan ekonomi Indonesia dengan negara lain.

Kekacauan akibat tarif ini memberi momentum bagi Indonesia untuk melakukan reformasi ekonomi yang sebenarnya sudah lama dibutuhkan. Reformasi seperti pengurangan aturan kandungan lokal dapat mendorong masuknya investasi asing dan meningkatkan efisiensi produksi, terutama di sektor elektronik yang bersifat padat modal.

Penundaan Penerapan Tarif Trump

Penundaan penerapan tarif impor 50% oleh Presiden AS Donald Trump terhadap produk Uni Eropa disebabkan oleh permintaan langsung dari Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen. Von der Leyen meminta tambahan waktu untuk negosiasi, yang disambut Trump dengan memperpanjang tenggat hingga 9 Juli 2025, sesuai jadwal semula. Sebelumnya, Trump sempat mengancam akan mempercepat tarif mulai 1 Juni karena frustrasi terhadap lambatnya kemajuan perundingan dagang.

Keputusan Trump ini diambil hanya dua hari setelah ancamannya yang sempat mengguncang pasar global dan memicu kekhawatiran akan kembalinya perang dagang lintas Atlantik. Meski memberi ruang negosiasi tambahan, banyak pihak menilai Trump tetap berkomitmen pada agenda proteksionisnya, terutama dalam menekan defisit perdagangan dan menghidupkan kembali industri manufaktur AS menjelang paruh kedua masa jabatannya.

Hingga saat ini, Trump masih menunda penerapan tarif tersebut, sehingga kepastian penghapusan tarif tetap belum jelas. Untuk itu, Pemerintah Indonesia harus memanfaatkan periode ini untuk menyiapkan strategi mitigasi, termasuk memperluas pasar ekspor dan memperkuat daya saing industri domestik.

Meskipun Tarif Trump berpotensi mengganggu stabilitas perdagangan global, Indonesia memiliki peluang untuk menjadikan krisis ini sebagai titik balik. Dengan memperkuat kerja sama regional, mempercepat reformasi domestik, dan memperluas pasar ekspor, Indonesia bisa membangun ketahanan ekonomi yang lebih tangguh di tengah ketidakpastian ekonomi global.

Related Articles

- Advertisement -spot_img

Latest Articles