-1.5 C
New York
Tuesday, February 11, 2025

Buy now

Tok! Pemerintah Larang Praktik Social Commerce Seperti TikTok Shop

TEKNOBUZZ – Pemerintah akhirya melarang praktik social commerce untuk dilakukan di Indonesia. Larangan praktik social commerce tersebut akan diatur dalam revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2020.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan akan meneken revisi Permendag tersebut yang mengatur media sosial sekaligus e-commerce atau social commerce, seperti TikTok Shop dan lain-lain. Zulhas pun menegaskan akan menutup social commerce yang tidak mematuhi aturan.

Dengan aturan baru tersebut platform TikTok Shop dilarang untuk berjualan dan hanya boleh digunakan untuk mempromosikan barang. Media sosial sejatinya hanya diperbolehkan untuk mempromosikan produk dan dipakai oleh orang untuk saling berkomunikasi bukan untuk melakukan transaksi jual-beli sebuah produk.

“Saya pikir larangan praktik social commerce ini jalan tengah. Di banyak negara bukan hanya TikTok Shop tapi TikTok nya diblokir, bersyukur TikTok di Indonesia masih boleh eksis, meski di banyak negara ada kekhawatiran algoritma mereka dibawa ke Tiongkok untuk dianalisis dan dijadikan data produk yang akan di eksport dari Tiongkok ke negara lain atau mengetahui rahasia negara lain,” ungkap Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi kepada TEKNOBUZZ.

Lebih lanjut Heru mengatakan bahwa, di tengah digitalisasi yang mengglobal, kita harus ada keberpihakan untuk memasarkan produk Indonesia, menguatkan UMKM, keseimbangan antara dagang offline dan online.

“Aturan permendag juga harus tegas soal pengawasan kompetisi yang sehat dan tentu mendukung perlindungan data pribadi,” imbuhnya.

Baca juga: Social Commerce Bakal jadi Tempat Jual-Beli Online yang Masif

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) RI, Budi Arie mengatakan bahwa, dilarangnya social commerce seperti TikTok Shop untuk bertransaksi juga untuk menjaga kedaulatan data-data pribadi warga Indonesia. Sebab, social commerce bisa memanfaatkan data-data pribadi penggunanya untuk kepentingan bisnis.

“Nah kedua bahwa kita tidak mau kedaulatan data kita. Data-data kita entar dipakai semena-mena. Entar kalau algoritmanya sudah social media, nanti e-commerce, nanti fintech, nanti pinjaman online dan lain-lain. Ini kan semua semua platform ini akan ekspansi kan berbagai jenis. Nah itu harus kita atur, kita harus tata, supaya jangan ada monopoli monopolistik organik alamiah,” tutur Budi Arie.

Related Articles

- Advertisement -spot_img

Latest Articles