TEKNOBUZZ – Indonesia mengalami pertumbuhan yang luar biasa dalam industri pinjaman online. Namun sayang, pertumbuhan ini tidak sejalan dengan pertumbuhan literasi keuangan di kalangan penduduknya, terutama di kalangan dewasa muda.
Akibatnya, populasi dewasa muda Indonesia sering kali terjebak oleh kecenderungan impulsif atau keinginan akan kepuasan instan, mendorong mereka untuk mengejar pinjaman yang cepat dan mudah tanpa mempertimbangkan risiko yang terkait.
Ada banyak faktor yang menyebabkan muda-mudi Indonesia terjebak dalam utang, termasuk namun tidak terbatas pada kebutuhan mendesak, kebiasaan pengeluaran yang berlebihan, tekanan ekonomi, pembiayaan pendidikan, dan tingkat literasi pinjaman yang rendah.
Selain itu, gaya hidup juga menjadi faktor penting yang menyebabkan masalah utang, yang tidak hanya berdampak pada kalangan dewasa muda, tetapi juga masyarakat pada umumnya.
Nailul Huda, Peneliti Center of Digital Economy and SME, INDEF menyebutkan, pinjaman online tumbuh pesat di Indonesia, meningkat 71% pada Desember 2022, akibat dari lonjakan belanja online pasca pandemi, terutama di kalangan pemuda yang cenderung konsumtif.
Pada Juni 2023, pinjaman rata-rata untuk pemuda di bawah 19 tahun mencapai Rp2,3 juta, sementara untuk usia 20-34 tahun adalah Rp2,5 juta, padahal pendapatan rata-rata pemuda hanya Rp2 juta per bulan.
“Masalah ini semakin memprihatinkan karena pendapatan pemuda lebih rendah daripada utang mereka dari pinjaman online. Oleh karena itu, diperlukan tindakan konkret untuk mengatasi maraknya pinjaman online ilegal.” kata Nailul Huda.
Faktor lain yang memicu peningkatan prevalensi pinjaman online di kalangan dewasa muda Indonesia adalah perubahan perilaku dari generasi sebelumnya ke generasi muda saat ini. Kemajuan teknologi yang terus berlanjut selama bertahun-tahun telah memainkan peranan penting dalam membentuk praktik keuangan dari berbagai generasi.
Secara historis, generasi yang lebih tua cenderung menghindari utang, bahkan untuk pembelian besar seperti mobil. Sebaliknya, generasi yang lebih muda seperti Generasi X dan Z lebih terbuka untuk berutang demi memenuhi hasrat gaya hidup, seperti menghadiri konser dan pergi berlibur.
Untuk mengatasi dampak masalah yang semakin besar terkait kalangan dewasa muda Indonesia yang terjebak dalam perangkap pinjaman online ilegal dan untuk menjaga kesejahteraan keuangan mereka di masa depan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengembangkan serangkaian inisiatif dan taktik.
Ini termasuk program pendidikan online dan offline, kampanye kesadaran finansial nasional, serta memperkuat kerja sama dan kemitraan strategis dengan kementerian dan lembaga pemerintah, melibatkan universitas, dan memperkuat sektor jasa keuangan. Inovasi fintech, seperti Earned Wage Access (EWA), dapat menjadi peluang untuk mengurangi dampak negatif dari pinjaman online.
Pemerintah sendiri telah bertindak untuk mengatasi pinjaman online ilegal melalui Satgas Waspada Investasi (SWI). Sejak 2018, hampir 7.000 pinjol ilegal telah dihentikan oleh SWI, namun sayangnya, langkah ini belum berahasil sepenuhnya menghilangkan kasus pinjaman online ilegal tahun ini.
Baca juga: Adhimix Sediakan Aplikasi On Demand Pembelian Beton Siap Pakai
“Kita harus bekerja sama dengan instansi pemerintah dan swasta. Hal ini dapat menjadi solusi bagi banyak kalangan dewasa muda di Indonesia,” kata Izzudin Al Farras Adha, Peneliti Center of Digital Economy and SME INDEF menambahkan.
Namun, melihat peranan penting yang dimainkan oleh pemuda saat ini, solusi untuk masalah tersebut seharusnya tidak hanya berfokus pada dampak jangka pendek, tetapi juga pada kemakmuran jangka panjang mereka – untuk memastikan bahwa kalangan dewasa muda Indonesia memiliki dasar keuangan yang berkelanjutan yang akan menjadi pijakan bagi kesejahteraan keuangan dan kesuksesan mereka di masa depan.