24.7 C
New York
Thursday, September 25, 2025

Buy now

MASTEL: Google AI Overview Harus Izin dan Revenue Sharing ke Media Online!

TEKNOBUZZ – Di tengah pesatnya perkembangan kecerdasan buatan (AI), Google menghadirkan fitur AI Overview yang memungkinkan pengguna mendapatkan ringkasan instan langsung di halaman hasil pencarian.

Fitur ini membantu pengguna mendapatkan jawaban yang relevan dan spesifik dengan cepat dari berbagai sumber, seperti situs perusahaan, blog, hingga situs media atau berita online ternama di seluruh dunia, termasuk Indonesia. 

Fitur ini memang memudahkan bagi masyarakat di seluruh dunia, termasuk Indonesia, namun menimbulkan kontroversi besar karena konten yang dirangkum sering kali berasal dari media online tanpa izin maupun kompensasi. Bagi banyak penerbit berita atau situs media online, kehadiran AI Overview justru dianggap merugikan. 

Perusahaan Media Besar asal Amerika Serikat seperti Penske Media, yang merupakan induk dari Rolling Stone, Billboard, dan Variety bahkan telah menggugat Google belum lama ini. Penyebabnya, karena trafik situs mereka menurun hingga sepertiga sejak 2024. Penurunan kunjungan ini berdampak langsung pada pendapatan iklan dan afiliasi. Sehingga mengancam keberlanjutan jurnalisme digital.

Di Indonesia, keresahan serupa mulai muncul. Banyak media online tanah air khawatir kehilangan pembaca karena ringkasan AI sudah memberi jawaban tanpa perlu klik ke sumber asli. Kondisi ini membuat ekosistem pers nasional terancam, padahal pers merupakan salah satu pilar penting demokrasi.

Baca juga: AI Overview Ancam Kelangsungn Hidup Media Online

MASTEL Menduga Ada Potensi Pelanggaran Hak Cipta

Menanggapi fenomena ini, Teguh Prasetya, Ketua Bidang Industri dan Kemandirian IoT, AI & Big Data (TRIOTA) Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL), mengatakan kepada Teknobuzz ID bahwa praktik Google melalui fitur AI Overview secara otomatis merangkum artikel media online tanpa izin maupun kompensasi kepada penerbit, merupakan isu serius yang perlu segera mendapat perhatian.

MASTEL memahami bahwa AI Overview dapat dipandang sebagai bagian dari evolusi teknologi mesin pencari. 

“Inovasi berbasis kecerdasan buatan memang tidak bisa dihindari, tetapi harus berjalan dalam kerangka perlindungan hak cipta, keadilan ekosistem digital nasional, serta kepentingan publik. Ketika hasil ringkasan AI menggantikan kunjungan ke situs asli, hal itu secara substansial mem-bypass hak ekonomi penerbit konten. Karena itu, mekanisme izin, lisensi, royalti, atau revenue sharing mutlak diperlukan, sekaligus memastikan atribusi jelas agar pengguna tetap diarahkan ke sumber resmi,” jelas Teguh.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, menurut Teguh, pencipta dan pemegang hak cipta memiliki hak eksklusif untuk mengumumkan dan memperbanyak karyanya. 

“Jika konten media online dijadikan ringkasan oleh AI tanpa izin dan tanpa kompensasi, maka terdapat potensi pelanggaran hak ekonomi sebagaimana diatur dalam Pasal 9 dan Pasal 113. Selain itu, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menekankan pentingnya keberlangsungan dan kemandirian industri pers. Praktik yang merugikan media dapat mengancam fungsi pers sebagai salah satu pilar demokrasi,” ungkap Teguh.

Perlunya Regulasi Khusus Tentang AI

Lebih lanjut, Teguh menambahkan, sebenarnya Indonesia telah memiliki sejumlah instrumen hukum dan kebijakan yang relevan, seperti berikut ini.

1. UU Hak Cipta (UU No. 28/2014) dan UU Pers (UU No. 40/1999) sebagai payung utama perlindungan karya intelektual dan kemandirian pers.

2. UU ITE (UU No. 11/2008 jo. UU No. 19/2016) yang menekankan pemanfaatan informasi secara sah dan bertanggung jawab.

3. Surat Edaran Menteri Kominfo No. 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Artifisial, yang menetapkan prinsip-prinsip etis seperti transparansi, akuntabilitas, kredibilitas, pelindungan data pribadi, dan aksesibilitas dalam pengembangan AI. Surat Edaran ini menjadi pedoman awal agar praktik pemanfaatan AI tetap selaras dengan kepentingan publik.

4. Roadmap Kecerdasan Artifisial Nasional 2020–2045 (Bappenas) dan National AI Roadmap dari Komdigi yang sedang difinalisasi. Dokumen ini menjadi arah strategis pengembangan AI di Indonesia, termasuk aspek regulasi, etika, pengembangan talenta, riset, serta penggunaan AI di sektor publik maupun swasta. Salah satu fokus utama roadmap ini adalah memastikan regulasi yang seimbang antara mendorong inovasi dan melindungi masyarakat serta ekosistem industri.

Sejalan dengan perkembangan di Uni Eropa, Australia, dan Kanada, MASTEL menilai Indonesia perlu menyiapkan regulasi khusus terkait pemanfaatan konten oleh AI. Regulasi ini harus adaptif, menyeimbangkan hak penerbit konten, inovasi teknologi, dan kepentingan pengguna.

Google AI Overview Mengancam Keberlangsungan Media Online Indonesia

MASTEL menilai, jika Google tetap menggunakan konten media tanpa mekanisme izin atau bagi hasil, media di Indonesia berpotensi kehilangan pendapatan iklan, penurunan trafik pengunjung, dan melemahnya semangat untuk memproduksi jurnalisme berkualitas. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menggerus kemandirian pers nasional.

Kontroversi AI Overview menegaskan bahwa inovasi teknologi tidak boleh mengabaikan hak cipta dan keberlanjutan media. AI memang membuka peluang besar, namun tanpa regulasi yang adil, media online akan terus dirugikan. Artinya, jika tidak ada kerjasama baik izin, lisensi, royalti, atau revenue sharing antara Google dan media online di Indonesia, ini bisa merugikan dan mengancam keberlangsungan media online di Indonesia.

Seperti ditegaskan Teguh Prasetya, perlindungan terhadap karya jurnalistik dan kepentingan publik harus menjadi prioritas utama, agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar teknologi, melainkan juga pemain aktif dalam ekosistem digital global.

Related Articles

- Advertisement -spot_img

Latest Articles