TEKNOBUZZ – Upaya mewujudkan kedaulatan teknologi Indonesia memasuki babak baru lewat strategi pengembangan kecerdasan artifisial (AI) lokal dan desain chip berbasis softcore. Dalam Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri (KSTI) 2025 yang digelar Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) di Sasana Budaya Ganesa, Bandung, para pakar akademisi dan industri memaparkan peta jalan menuju kemandirian teknologi yang dinilai realistis dan efisien.
Mengutip laman resmi Kemdiktisaintek, Hanung Adi Nugroho, akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), menegaskan bahwa Local AI bukan sekadar teknologi yang dijalankan di dalam negeri, melainkan AI yang memahami konteks unik Indonesia.
“Mulai dari pengenalan makanan tradisional, bahasa daerah, hingga diagnosis penyakit endemik, AI lokal dirancang untuk menjawab tantangan spesifik bangsa,” ujarnya.
Baca juga: Waspada, Kenali Bahaya Dark AI!
Namun, Hanung menyoroti adanya kesenjangan besar antara riset kampus dan penerapan industri. Saat ini, hanya 0,3% riset AI di Indonesia melibatkan kolaborasi industri, dan kurang dari 10% dari lebih 2.500 hak kekayaan intelektual yang dimanfaatkan. Ia mendorong pemerintah hadir lewat regulasi, kepastian pasar, dan mekanisme adopsi yang jelas.
Sementara itu, Rian Ferdian dari Universitas Andalas sekaligus perwakilan Indonesian Chip Design Collaborative Center (ICDEC) menawarkan jalur masuk industri semikonduktor melalui desain softcore. Dengan investasi awal sekitar USD 1–5 juta, metode ini dinilai jauh lebih terjangkau dibanding pabrik chip konvensional yang membutuhkan modal lebih dari USD 10 miliar.
“Strategi ini bisa membuka lapangan kerja bagi insinyur desain chip lokal, sekaligus melahirkan produk chip khusus untuk sektor seperti pertanian, IoT, dan logistik,” jelas Rian.
Dari sisi industri, Pujo Laksono, Vice President Data dan AI Kazee Digital Indonesia, menegaskan bahwa AI lokal bukan sekadar wacana. Kazee telah melayani lebih dari 200 klien, termasuk Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lewat inovasi seperti AI Report Generator yang mampu memangkas waktu pembuatan laporan hingga 75%.

“AI berpotensi menyumbang USD 366 miliar bagi perekonomian Indonesia pada 2030. Untuk itu, dibutuhkan regulasi pro-AI lokal dan insentif pemerintah,” tegasnya.
Diskusi di KSTI 2025 menutup dengan seruan kolaborasi berkelanjutan antara akademisi, industri, dan pemerintah untuk membangun ekosistem teknologi berbasis talenta lokal. Para pakar sepakat, inilah langkah nyata menuju kedaulatan digital dan visi Indonesia Emas 2045.