TEKNOBUZZ – Isu mengenai rencana pembatasan layanan Voice over Internet Protocol (VoIP) seperti WhatsApp Call oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) akhirnya terjawab. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa kabar tersebut tidak benar dan menyesatkan. Pemerintah tidak merancang ataupun mempertimbangkan pembatasan layanan VoIP seperti yang ramai diberitakan beberapa minggu terakhir.
Namun, kabar ini kembali viral di media sosial yang mengabarkan bahwa Komdigi tengah mengkaji potensi pengaturan layanan Voice over Internet Protocol (VoIP) seperti WhatsApp Call, Skype, dan Zoom. Kajian tersebut dilatarbelakangi oleh operator yang menanggung biaya infrastruktur. Sementara layanan OTT menggunakan bandwidth tinggi tanpa kontribusi langsung.
Salah satu referensi yang dipertimbangkan adalah penerapan layanan VoIP premium seperti di Uni Emirat Arab dan Arab Saudi. Jika pembatasan layanan dasar VoIP tidak memungkinkan, pemerintah akan mengkaji penerapan kewajiban Quality of Service (QoS) bagi OTT.
Baca juga: Menkomdigi Tegaskan Tak Ada Rencana Pembatasan WhatsApp Call
Namun, Menkomdigi menjelaskan bahwa Kementerian Komdigi saat ini sedang menampung usulan dan pandangan dari berbagai pihak terkait penataan ulang ekosistem digital di Indonesia. Salah satunya datang dari Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel). Fokus pembahasan lebih pada upaya menciptakan keseimbangan relasi antara penyedia layanan over-the-top (OTT) dan operator jaringan.
Menyoroti hal tersebut, Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional (Infratelnas) Mastel (Masyarakat Telematika Indonesia), Sigit Puspito Wigati Jarot kembali menyampaikan bahwa Menkomdigi sudah menegaskan bahwa pemerintah tidak merancang ataupun mempertimbangkan pembatasan WhatsApp Call. Menurut Sigit, Informasi yang beredar tersebut tidak benar dan menyesatkan.
“VoIP sudah berfungsi seperti layanan dasar bagi kebanyakan masyarakat pengguna. Karena itu diperlukan pembahasan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti penyelenggara jaringan, penyelenggara jasa, pelaku OTT, bersama pemerintah, agar didapat solusi yang win-win dan berimbang,” ujar Sigit kepada Teknobuzz ID.
Sigit mengingatkan bahwa pendekatan regulasi yang dilakukan oleh negara lain seperti Uni Emirat Arab (UAE) dan Kerajaan Arab Saudi (KSA) belum tentu cocok diterapkan di Indonesia.
“Kondisi pasar telekomunikasi Indonesia berbeda, begitu pula dengan potensi resistensi publiknya. Karena itu, setiap regulasi harus dikaji secara mendalam dan inklusif,” jelas Sigit.
Menurutnya, salah satu solusi yang layak dipertimbangkan adalah skema revenue sharing antara pelaku OTT dan penyelenggara jaringan. Selain itu, Sigit menyarankan agar OTT juga dilibatkan dalam upaya penyediaan layanan di daerah-daerah yang termasuk dalam program Universal Service Obligation (USO), meskipun tidak harus dalam bentuk atau porsi yang sama dengan beban penyelenggara jaringan.
“Memperhatikan penegasan dari Menkomdigi, sangat kecil kemungkinan ada regulasi pembatasan layanan VoIP dalam waktu dekat. Agar tidak menimbulkan keresahan yang tidak perlu, baik bagi pengguna akhir maupun pelaku usaha, perlu proses pembahasan regulasi yang lebih matang, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan,” tegas Sigit.
Dengan begitu, masyarakat diimbau untuk tidak terpengaruh isu yang belum terbukti kebenarannya dan menunggu hasil pembahasan resmi dari pemerintah bersama para pemangku kepentingan. Untuk informasi lebih lanjut seputar kabar tersebut, kamu bisa mengunjungi situs resmi Komdigi. Jangan lupa pantengin juga Teknobuzz ID!