14.4 C
New York
Wednesday, October 15, 2025

Buy now

Pemerintah Legalkan Blockchain, ICSF Beri Peringatan

TEKNOBUZZ – Pemerintah Indonesia resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko (PPBBR), yang mulai berlaku sejak 5 Juni 2025. Salah satu poin terobosannya adalah pengakuan resmi terhadap teknologi seperti blockchain, Web3, NFT, dan smart contract sebagai bagian dari ekosistem usaha legal di Indonesia.

Langkah ini menandai pertama kalinya blockchain dicantumkan sebagai media usaha yang legal di Indonesia. Sehingga menegaskan komitmen negara dalam mengadopsi teknologi digital untuk memperkuat sistem perizinan yang lebih transparan dan efisien.

Sekedar informasi, PP Nomor 28 Tahun 2025 ini merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja dan menggantikan PP Nomor 5 Tahun 2021. PPBBR memperkenalkan pendekatan berbasis risiko sebagai standar dalam menentukan jenis izin dan intensitas pengawasan terhadap kegiatan usaha, yang kini mencakup sektor digital dan inovasi teknologi secara sah.

Ardi Sutedja, Ketua dan Pendiri Indonesia Cyber Security Forum (ICSF), menilai langkah ini sebagai keputusan progresif.

“Pengakuan ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai memahami potensi besar teknologi digital dalam mendorong efisiensi dan inovasi lintas sektor,” ujarnya saat dihubungi Tim TEKNOBUZZ ID. Namun, ia juga mengingatkan bahwa dari sisi keamanan, implementasi teknologi tersebut harus diimbangi dengan kesiapan yang memadai.

Infrastruktur Digital Perlu Ketahanan Siber

Menurut Ardi, teknologi blockchain yang digunakan untuk layanan krusial seperti e-voting atau pencatatan tanah, memang menawarkan transparansi dan efisiensi. Namun, ia menilai bahwa kesiapan Indonesia dalam melindungi infrastruktur digital tersebut masih belum ideal.

“Serangan terhadap sistem digital sensitif bisa menggoyahkan kepercayaan publik, seperti pada e-voting. Untuk itu, kita butuh enkripsi kuat dan tenaga ahli yang mumpuni,” tegasnya.

Web3 memberi pengguna kontrol atas data pribadi mereka, namun Ardi mengingatkan bahwa ini membawa tantangan baru.

“Kalau pengguna tidak paham cara mengamankan datanya, kebocoran bisa terjadi. Harus ada edukasi dan regulasi yang mendukung literasi keamanan digital,” katanya.

Smart contract memang menghilangkan kebutuhan pihak ketiga seperti notaris, tapi Ardi menyebut bahwa kerentanannya pada bug atau celah dalam kode harus diwaspadai.

“Sebelum diterapkan, setiap smart contract wajib diuji keamanan kodenya,” ungkapnya.

Hal serupa juga berlaku pada NFT untuk dokumen penting seperti ijazah.

“Perlu integrasi dengan identitas digital nasional dan sistem verifikasi berlapis,” tambah Ardi.

PP 28/2025 membuka babak baru dalam pengembangan teknologi digital Indonesia. Namun, seperti ditegaskan Ardi Sutedja, tantangan di bidang keamanan siber harus dijawab dengan regulasi cerdas, edukasi publik, dan kerja sama lintas sektor.

“Kemajuan teknologi harus sejalan dengan kesiapan melindungi ruang digital kita,” tutup Ardi.

Related Articles

- Advertisement -spot_img

Latest Articles