TEKNOBUZZ – Pada survei Future Readiness Indicator (FRI) 2024 yang dirilis oleh The International Institute of Management and Development (IMD) L’Oréal berhasil berada di posisi pertama untuk kategori Consumer Package Goods (CPG).
Berdasarkan survei FRI tersebut L’Oréal berhasil menaklukkan perusahaan raksasa Coca-Cola Co. dan Procter & Gamble Co. (P&G). IMD melakukan survei dan pemeringkatan tersebut terhadap 24 perusahaan CPG dunia.
L’Oréal (dengan skor 100) ada di posisi pertama, naik dua peringkat dari tahun lalu. Coca-Cola (skor 90,68) yang sempat ada di posisi puncak tahun lalu, kini mesti puas dengan peringkat kedua. Sementara P&G (80,4) yang sebelumnya memegang posisi kedua kini terdepak ke peringkat ketiga. Nestle (78,1) masih jadi juara bertahan di posisi keempat. Sementara Unilever (77,28) naik dua peringkat dari tahun sebelumnya ke peringkat lima.
“Kemampuan L’Oréal memanfaatkan AI, omnichannel, kemitraan, dan social listening berada di skala yang belum pernah kami lihat di dunia CPG sebelumnya. Sehingga, sebenarnya saat ini L’Oréal adalah perusahaan teknologi yang menjual lipstik,” terang Howard Yu, Direktur IMD Center for Future Readiness yang menyusun laporan ini.
Keberhasilan L’Oréal ini ternyata berkat mengkombinasikan Augmented Reality (AR) dan kecerdasan buatan (artificial intellegence/ AI) untuk untuk memberikan rekomendasi produk, diagnostik kulit, dan uji coba produk secara virtual. Hal ini sejalan dengan bertambahnya tuntutan konsumen yang kian tertarik dengan pengalaman yang dirancang spesifik untuk kebutuhan mereka.
L’Oréal pun memanfaatkan data sebagai dasar untuk mengambil keputusan (data driven decision-making), misal dengan melakukan social listening untuk menganalisa kebiasaan pembeli, menentukan lini produk berikutnya, kampanye pemasaran, dan optimasi rantai pasokan (supply chain).
Cara ini membantu perusahaan memperoleh wawasan yang lebih mendalam tentang perilaku konsumen. Sebuah proses yang yang sebagian besar didorong oleh proses bawah sadar dan seringkali gagal ditangkap oleh riset pasar tradisional. Selain itu, L’Oréal juga menggunakan strategi pemasaran omnichannel, memperkuat kemitraan, dan memberikan kemudahan berbelanja baik online maupun offline.
“Kesuksesan L’Oréal menunjukkan menekan biaya produksi dan distribusi dengan cara tradisional saja tidak cukup. Konsumen saat ini banyak tuntutan,” tandas Yu.
Kepiawaian L’Oréal memanfaatkan teknologi, membuatnya lebih unggul dari kompetitor seperti Estée Lauder, Shiseido, dan Revlon. Saat ini, Estée Lauder dan Shiseido tengah mengejar ketertinggalan dengan mengeksplorasi penggunaan AI.
Namun, apa yang mereka lakukan masih belum bisa menyamai layanan personalisasi yang ditawarkan L’Oréal. Sementara Revlon tertinggal jauh imbas dari keterbatasan kemampuan digitalisasi yang mereka lakukan.
Berkaca pada keberhasilan L’Oréal, Yu melihat kejelasan korelasi antara kesuksesan perusahaan dengan inovasi. Contoh lain adalah Nestle dan Diageo (produsen minuman beralkohol asal Inggris) yang juga memprioritaskan teknologi.
Baca juga: Perkembangan Teknologi AI harus Diimbangi dengan Etika dalam Penggunaannya
Mereka lebih unggul dari perusahaan yang tertinggal dalam inovasi, seperti Dr. Pepper (produsen minuman bersoda asal Amerika Serikat/AS) dan General Mills (produsen makanan kemasan asal AS).
Dengan demikian, perusahaan CPG Indonesia pun bisa mencontoh kesuksesan perusahaan dunia. Dengan memanfaatkan teknologi, digitalisasi dan AI, seperti yang dilakukan oleh mereka yang ada diurutan teratas dalam daftar FRI CPG 2024.