TEKNOBUZZ – Revisi kedua UU ITE, Pasal 17 Ayat 2a menyebut bahwa Transaksi Elektronik yang memiliki risiko tinggi bagi para pihak menggunakan Tanda Tangan Elektronik yang diamankan dengan Sertifikat Elektronik
Lebih lanjut pada bagian penjelasan disebutkan bahwa transaksi elektronik yang berisiko tinggi antara lain adalah transaksi keuangan yang tidak dilakukan dengan tatap muka secara fisik atau kerap disebut transaksi keuangan digital atau daring.
Seperti dketahui, Presiden Joko Widodo telah resmi mengesahkan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Perubahan kedua UU ITE menegaskan keseriusan pemerintah dalam memastikan keamanan dan keabsahan transaksi elektronik yang makin marak di Indonesia, khususnya di sektor jasa keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menilai penggunaan tanda tangan elektronik tersertifikasi sangat penting di sektor jasa keuangan yang memiliki risiko penipuan (fraud) tinggi.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menemukan bahwa dari sekitar 486.000 laporan masyarakat terkait tindak pidana informasi dan transaksi elektronik selama 2017–2022, penipuan transaksi daring mendominasi dengan jumlah sekitar 405.000 laporan.
Selain itu, Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan (LAPS SJK) menerima dan menangani 2.501 pengaduan yang mayoritas adalah fraud pada 2023, naik 39% dari 2022.
“OJK telah menginisiasi komunikasi dengan Kominfo terkait interpretasi dari aturan Pasal 17 ayat 2a UU No. 1 Tahun 2024 dan bersepakat untuk memaknai bahwa TTE tersertifikasi wajib untuk digunakan dalam mengamankan transaksi keuangan yang dilakukan tanpa pertemuan tatap muka. Hal ini yang selanjutnya akan ditindaklanjuti oleh OJK khususnya bidang pengaturan P2P Lending,” jelas Kepala Departemen Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Keuangan Khusus Otoritas Jasa Keuangan, Ahmad Nasrullah.
Dengan demikian, berkaitan dengan proses bisnis BNPL (Buy Now Pay Later) atau juga transaksi keuangan digital lainnya yang dilakukan secara tidak langsung tanpa pertemuan tatap muka termasuk pada kategori transaksi elektronik berisiko tinggi yang wajib menggunakan tanda tangan digital tersertifikasi.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid mengatakan bahwa, penguatan penggunaan tanda tangan elektronik yang tersertifikasi, sebagaimana tercantum dalam revisi kedua UU ITE, merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk menciptakan lingkungan digital yang inovatif.
Indonesia menurutnya memerlukan fondasi hukum yang komprehensif dalam merumuskan kebijakan terkait tanda tangan digital dan layanan sertifikasi elektronik lainnya untuk mengamankan transaksi keuangan digital mengingat besarnya potensi sektor ini terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Menurutnya sudah saatnya masyarakat luas maupun pelaku usaha, khususnya di sektor jasa keuangan, untuk menggunakan tanda tangan elektronik tersertifikasi dalam rangka menjaga keamanan data yang pada era digital ini harus menjadi perhatian kita semua.
“Kami pun cukup senang dengan perkembangan industri tanda tangan elektronik, dengan adanya aturan hukum yang jelas, kita harapkan ekosistem digital semakin tumbuh dan dilengkapi dengan keamanan data yang baik bagi masyarakat. Hal inilah yang menjadi perhatian Komisi I DPR RI untuk memasukan tanda tangan elektronik dalam Revisi Kedua UU ITE,” pungkas Meutya.
Dalam penerapannya, tanda tangan elektronik tersertifikasi akan melakukan verifikasi terhadap para pihak yang terlibat dalam dokumen elektronik sebelum mereka menandatangani dokumen.
Baca juga: Pengamat IT: Penerapan Sanksi Hukum Siber Belum Maksimal
Proses verifikasi dilakukan dengan mencocokkan data mereka dengan data biometrik dan data kependudukan di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dukcapil Kemendagri).
Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), melihat bahwa tanda tangan elektronik tersertifikasi mampu membantu digitalisasi layanan multifinance serta mendukung penguatan keamanan transaksi keuangan digital.
APPI selaku asosiasi industri multifinansial disampaikan Suwandi terus mendukung upaya pemerintah dalam percepatan digitalisasi ekosistem pembayaran yang aman dan terpercaya melalui inovasi dan integrasi Tanda Tangan Elektronik (TTE).
“Kami terus mendorong berbagai perusahaan pembiayaan yang kami naungi untuk dapat semakin fasih dalam mengadopsi teknologi ini di sektor keuangan khususnya guna membangun kepercayaan konsumen dan melindungi pelaku industri,” ungkap Suwandi.