-7.6 C
New York
Tuesday, January 21, 2025

Buy now

Beban PNBP Terlalu Tinggi, Operator Telekomunikasi Menjerit

TEKNOBUZZ – Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indoesia (ATSI) menyebutkan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang menjadi beban operator telekomunikasi sangat memberatkan dan tidak sehat mengingat angka regulatory charge tersebut sudah mencapai lebih dari 10 persen.

Oleh karena itu dalam diskusi Selular Business Forum (SBF) tahun 2023, ATSI mengusulkan mengganti metode kewajiban PNBP dengan beberapa skema yang ditawarkan seperti mengganti PNBP termasuk Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dengan pemerataan jaringan hingga daerah pelosok, meningkatkan rangking kecepatan internet di Indonesia yang tertinggal.

“Selain itu, Mempercepat Penetrasi/coverage dan pemerataan infrastruktur digital; Meningkatkan GDP & Pajak; Membuka lapangan kerja dan usaha; Meningkatkan bandwidth per kapita; Meningkatkan konektifitas untuk industry 4.0, IKN , smart city , KEK, DWSP dan lain-lain; Meningkatkan digital ekonomi,” ungkap Rudi Purwanto, Anggota ATSI.

Usulan tersebut menyusul kondisi industri telekomunikasi yang sejak memasuki masa kejenuhan (saturated) pada 2013, pertumbuhan industri telekomunikasi khususnya selular, kini tak lagi mewah. Jika sebelumnya double digit, sekarang sudah single digit.

Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), industri telekomunikasi tumbuh melambat ke level 7,19% secara tahunan. Fakta ini menjadi alarm bagi ekosistem industri teknologi digital yang mampu tumbuh tinggi saat pandemi Covid-19.

Pertumbuhan yang melambat juga tercermin dari ARPU (average revenue per user). ARPU merupakan salah satu indikator kesehatan industri telekomunikasi. ARPU yang rendah pada akhirnya tentu akan berkontribusi pada pencapaian laba yang juga kurang optimal, sehingga mempengaruhi upaya operator dalam melakukan investasi dan melayani pelanggan dengan baik.

Tiga dekade lalu, sebelum maraknya layanan data dan sosial media, ARPU operator telekomunikasi, khususnya selular mencapai Rp 75.000 – Rp 100.000. Namun di akhir 2022, tidak ada satu pun operator selular yang ARPU gabungannya (prabayar dan pasca bayar) menyentuh angka Rp 50.000.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Kementerian Kominfo, Denny Setiawan mengatakan bahwa, sudah ada revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 80 tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada Kementerian Komunikasi dan Informatika.

“Semoga dengan revisi PP ini juga dapat memajukan operator telekomunikasi. Kami juga akan tampung dan kaji terlebih dahulu usulan dari ATSI, bahwa kami juga memiliki target dari Kemenkeu terkait PNBP. Supaya target terpenuhi, tetapi keberlanjutan operator bisa juga terus berlanjut,” ungkap Denny.

Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Keuangan, Wawan Sunarjo juga mengungkapkan pihaknya akan sangat terbuka jika operator telekomunikasi keberatan dengan PNBP yang sudah ditetapkan.

“Kami juga akan menerima usulan dari ATSI terkait pengurangan PNBP dan diganti dengan janji yang telah disampaikan seperti Mempercepat Penetrasi/coverage dan pemerataan infrastruktur digital; Meningkatkan GDP & Pajak, Membuka lapangan kerja dan usaha. Tetapi harus lebih detail laporannya sehingga pertanggungjawabannya jelas,” ungkapnya.

Lebih lanjut disampaikannya, Kementerian Keuangan juga tidak ingin ada operator telekomunikasi yang tutup karena beban PNBP dirasa memberatkan dan jika terjadi PHK maka kami juga yang repot karena harus menggunakan APBN untuk bantuan sosial.

Related Articles

- Advertisement -spot_img

Latest Articles