TEKNOBUZZ – ByteDance, perusahaan induk TikTok dan TikTok Shop yang berkantor pusat di China resmi mengakuisisi Tokopedia pada 31 Januari 2024. Sejak itu, kontribusi kedua platform dalam sektor Fast-Moving Consumer Goods (FMCG) meningkat signifikan. Namun, di balik pencapaian itu, muncul kabar kurang menyenangkan terkait gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari karyawan TikTok Shop dan Tokopedia.
Isu PHK dan Viral Kasus Pegawai TikTok

Baru-baru ini beredar kabar bahwa TikTok dan TikTok Shop berencana melakukan PHK terhadap sebagian karyawannya di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Sementara itu, di media sosial baru-baru ini juga viral kasus pegawai TikTok di luar negeri yang sedang hamil namun dipecat, dan dipaksa menandatangani kontrak perjanjian agar mendapatkan pesangon yang sesuai.
9 Persen Pegawai Tokopedia Terancam Dirumahkan
Setelah merger, jumlah karyawan gabungan Tokopedia dan TikTok Shop mencapai 5.000 orang. Dikutip dari berbagai sumber, sekitar 9% dari total karyawan akan dirumahkan, sekitar 450 orang diperkirakan terdampak. Bahkan, muncul rumor bahwa hingga 70% karyawan Tokopedia akan terkena PHK mulai Juni 2024. Menanggapi hal tersebut, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) secara resmi menyatakan bahwa keputusan tersebut akan dipertimbangkan dengan matang oleh anak usahanya.
Namun, rumor tersebut belum terbukti kebenarannya, dan kini muncul kembali rumor giliran TikTok Shop akan melakukan PHK pada karyawannya di Indonesia.
Pandangan Ekonom: Efisiensi adalah Tujuan Akuisisi
Untuk menanggapi isu PHK karyawan Tokopedia dan TikTok Shop di Indonesia, kami Tim TEKNOBUZZ, melakukan wawancara eksklusif dengan Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Ekonomi Celios, Nailul Huda. Nailul Huda menilai bahwa PHK akibat aksi merger dan akuisisi adalah hal yang lazim. “Salah satu ancaman dari adanya aksi korporasi merger dan akuisisi adalah adanya layoff karyawan atau PHK,” ujarnya.
Lebih lanjut, Huda menjelaskan bahwa efisiensi adalah salah satu motif utama dari akuisisi tersebut. “Ada unit kerja yang bisa disatukan dalam kendali ByteDance selaku pemilik Tokopedia. Jadi ya ini adalah strategi untuk bisa lebih efisien. Kenapa harus efisien? Salah satunya untuk meningkatkan kekuatan permodalan guna menghadapi persaingan,” katanya.
Efisiensi di Tengah “Tech Winter”
Menurut Nailul, persaingan industri di Indonesia saat ini masih berkutat pada harga dimana strategi ini memerlukan pendanaan yang cukup tinggi. “Kami melihat persaingan di ekonomi digital ini sangat ketat sekali sehingga kebutuhan pendanaan cukup besar. Para penyandang dana akan lebih leluasa melakukan akuisisi dan lainnya. Salah satu sumber pendanaan adalah pendanaan dari keuntungan hasil penjualan atau efisiensi,” ungkapnya.
Nailul menyampaikan bahwa saat ini sektor ekonomi digital tengah menghadapi kondisi yang disebut sebagai “Tech Winter”, di mana pendanaan sangat terbatas. Sekedar informasi, “Tech Winter” adalah istilah yang merujuk pada periode penurunan signifikan dalam industri teknologi, yang ditandai dengan berkurangnya investasi, melambatnya pertumbuhan, dan seringkali disertai dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
“Investor masih menunggu langkah the Fed dalam penentuan the Fed rate. Jika masih tinggi, pendanaan sektor digital masih terhambat, termasuk untuk e-commerce,” jelas Nailul.
Prediksi PHK Masih Akan Terjadi
Melihat tren efisiensi ini, Huda memperkirakan PHK di sektor digital, termasuk e-commerce, masih akan terus terjadi. “Dampaknya adalah PHK di sektor ekonomi digital masih akan kita lihat dalam beberapa bulan atau bahkan tahun ke depan,” pungkasnya.